Friday, April 22, 2011

Mengutamakan Akhirat

َمنْ جَعَلَ الْهُمُوْمَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ الْمَعَادِ كَفَاهُ اللهُ سَائِرَ هُمُوْمِهِ

"Barangsiapa yang menjadikan semua tujuan menjadi satu, yaitu
tujuan hari kembali, niscaya Allah subhaanahu wa ta'alaa
mencukupkan kepadanya semua tujuannya"

Seorang mukmin yang menjadi da'i akan menjalani hidup dengan
banyak tujuan, dan terkadang banyaknya tujuan menjadi penyebab
terpecahnya konsentrasi dari tujuan utama dan memalingkan
tujuan kepada kesibukan ahli dunia (orang-orang yang tujuan
hidupnya hanya dunia semata) dengan segala tujuan mereka,
maka sirnalah karakteristik, hilanglah perbedaan, dan kacaulah
timbangan.

Sesungguhnya di antara hinanya perkara dunia bahwa Allah S.W.T.
menjadikannya tidak abadi untuk seseorang:

إِنَّ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ لاَيَرْفَعَ شَيْئًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا إِلاَّ وَضَعَهُ

"Sesungguhnya menjadi hak Allah S.W.T. bahwa Dia tidak
meninggikan sesuatu dari perkara dunia kecuali Dia merendahkannya.

Sesungguhnya dunia adalah hari-hari yang Allah S.W.T. putar di
antara manusia, maka Dia meninggikan suatu kaum dan merendahkan
yang lain, memuliakan suatu kaum dan menghinakan yang lain, agar
menjadi realita hikmah Allah S.W.T. dalam menguji hamba-Nya.

Sesungguhnya Allah S.W.T. memberikan dunia kepada orang yang
beriman dan orang yang kafir, dan Dia tidak memberikan agama
kecuali kepada orang yang dicintai-Nya. Rasulullah S.A.W.
merasa heran terhadap Abdullah bin 'Amar rahimahullah, saat
beliau melihatnya memperbaiki dan menambah tanah pada dinding
rumahnya, maka beliau S.A.W. ingin mengosongkan hatinya dari
ketergantungan terhadap dunia dan beliau S.A.W. ingin
mengingatkannya dengan sudah dekatnya ajal supaya menyiapkan
diri untuknya, maka beliau bersabda:

مَا أَرَى اْلأَمْرَ إِلاَّ أعْجل مِنْ ذلِكَ

"Aku tidak melihat perkara kecuali mempercepat dari hal itu.

Supaya akhirat menjadi tujuannya dan kesibukannya adalah menyiapkan
diri untuk hal itu. Maka apabila seseorang berlebihan dalam
berpaling dari dunia dan berusaha padanya, maka ia perlu menoleh
dari sisi yang lain:

ولاَتَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

Janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi
(QS. al-Qashahsh:77)

supaya ia tetap berada di atas garis keseimbangan.

Sesungguhnya hamba yang diliputi kenikmatan, terkadang diberikan

tambahan tanggung jawab dan siksa, sedangkan dia tidak mengetahui:

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيْمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ

"Apabila engkau melihat Allah S.W.T. memberikan kepada hamba
apa yang disukainya dari dunia, sedangkan dia bergelimang perbuatan
maksiat, sesungguhnya hal itu adalah istidraj[iii] dari-Nya.

Maka janganlah engkau berduka cita terhadap kehilangan dunia dan
janganlah engkau mengulurkan pandangan matamu kepada dunia yang
diberikan kepada manusia, karena hal itu menjadi bencana bila
hak-haknya tidak ditunaikan.

Dan yang berbahaya adalah bahwa kenikmatan ini hanya merupakan
balasan di dunia, agar dia tidak mendapatkan pahala di akhirat,
di saat dia sangat membutuhkannya untuk menambah daun timbangan
kebaikannya. Karena itulah, Rasulullah (s.a.w.) memberikan
ketenteraman kepada para sahabatnya, saat mereka menyebutkan
kenikmatan bangsa Romawi dan Persia, beliau bersabda:

أُولئِكَ قَوْمٌ عُجِّلَتْ لَهُمْ طَيِّبَاتُهُمْ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

"Mereka adalah satu kaum yang disegerakan kenikmatan mereka
dalam kehidupan dunia."[v]

Dan mayoritas kondisi manusia adalah seperti yang digambarkan
oleh Rasulullah S.A.W.:

أَكْثَرُ النَّاسِ شَبَعًا فِى الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوْعًا فِى اْلآخِرَةِ

"Manusia yang paling banyak kenyang di dunia adalah yang paling
lama kelaparan di akhirat."[vi]

Penyebab hal itu adalah sedikitnya orang-orang yang bersyukur,
dan sebagaimana firman Allah S.W.T.:

مَّنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَانَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاَهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka
Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi
orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka
Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
(QS. al-Isra:18)

Dan semua nikmat, sekecil apapun adanya, di atasnya ada
perhitungan (hisab) dan tanggung jawab (mas`uliyah). Maka orang
miskin adalah orang yang tidak melaksanakan haknya, bukan orang
yang tidak mendapatkannya semasa hidup di dunia:

إِنَّ أَوَّلَ مَايُسْأَلُ عَنْهُ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ النَّعِيْمِ أَنْ يُقَالَ لَهُ: أَلَمْ نُصَحِّ لَكَ جِسْمَكَ وَنُرَوِّيكَ مِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ

"Sesungguhnya pertanyaan pertama yang diajukan kepada hamba
di hari kiamat tentang nikmat bahwa dikatakan kepadanya: Bukankah
Kami memberikan kesehatan kepada tubuhmu dan melepaskan dahagamu
dengan air dingin?'[vii]

Karena itulah, termasuk tanda jalan ke surga bahwa ia dipenuhi
dengan cobaan, dan cobaan tidak menjadi mudah kecuali bagi orang
yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya:

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِاْلمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

"Surga diliputi dengan segala yang dibenci dan neraka diliputi
dengan nafsu syahwat."[viii]

Sesungguhnya tanggung jawab seorang muslim yang mengagungkan
Allah S.W.T. dengan sebenarnya adalah bahwa ia menyatukan
tujuannya, dan ia berfikir tentang persoalan yang akan datang dan
tempat kembali (akhirat), bukan memalingkan segala kesungguhan,
fikiran, dan waktunya dalam perkara-perkara hina dan rendah. Dan
sekadar apa yang ada bagi Allah S.W.T. dalam hati hamba berupa
penghormatan, pengagungan dan rasa takut, seperti itulah pahala
dan kedudukan bagi hamba di sisi Allah S.W.T.:

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَعْلَمَ مَا لَهُ عِنْدَ اللهِ فَلْيَنْظُرْ مَا ِللهِ عِنْدَهُ

"Barangsiapa yang ingin mengetahui apa-apa untuknya di sisi
Allah S.W.T, maka hendaklah ia memperhatikan apa-apa yang ada di
sisinya untuk Allah S.W.T."[ix]

Barangsiapa yang selalu memikirkan ridha Allah S.W.T, maka dia
tidak disibukkan oleh kenikmatan dan tidak dibutakan oleh bala
musibah. Dan barangsiapa yang selalu bersama Allah S.W.T. di saat
senang, tentu Allah S.W.T. bersamanya di saat susah:

تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِى الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فىِ الشِّدَّةِ

"Kenalilah Allah S.W.T. di saat senang, pasti Allah S.W.T.
mengenalimu (menolongmu) di saat susah."[x]

Dan kondisi seperti ini menuntut seorang mukmin agar selalu
muraqabah kepada Allah S.W.T. dan merasa malu dari-Nya, melebihi
sifat hati-hati dan rasa malu dari manusia:

مَاكَرِهْتَ أَنْ يَرَاهُ النَّاسُ مِنْكَ فَلاَتَفْعَلْهُ بِنَفْسِكَ إِذَا خَلَوْتَ

"Apapun yang engkau tidak suka manusia melihatnya darimu,
maka janganlah engkau melakukannya saat dalam kesendirianmu.

وَاعْبُدِ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

"Dan sembahlah Allah S.W.T. seolah-olah engkau melihat-Nya,
maka jika engkau tidak bisa seolah-olah melihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu."[xii]

Dan orang yang mengutamakan akhirat, apabila dia diingatkan
dengan kesalahannya, ia cepat kembali:

إِذَا ذُكِّرْتُمْ بِاللهِ فَانْتَهُوْا

'Apabila kamu diingatkan kepada Allah S.W.T., maka berhentilah.

Dan orang yang takut kepada Allah S.W.T. di dunia, takut melakukan
maksiat kepada-Nya dan berhati-hati untuk perkara akhiratnya,
dialah orang yang aman di akhirat:

قَالَ اللهُ تَعَالى: وَعِزَّتِي وَجَلاَلِي لاَأَجْمَعُ بَيْنَ أَمْنَيْنِ وَلاَخَوْفَيْنِ. إِنْ هُوَ أَمِنَنِي فِى الدُّنْيَا أَخَفْتُهُ يَوْمَ أَجْمَعُ عِبَادِي وَإِنْ هُوَ خَافَنِي فِى الدُّنْيَا أمنتُهُ فِى اْلآخِرَةِ

"Allah S.W.T. berfirman: Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku,
aku tidak menggabungkan untuk hamba-Ku dua rasa aman dan dua rasa
takut. Jika dia merasa aman terhadap-Ku di dunia niscaya Aku
membuatnya ketakutan di hari Aku mengumpulkan hamba-hamba-Ku. Dan
jika dia takut kepada-Ku di dunia, niscaya Aku menjadikan dia
merasa aman di hari Aku mengumpulkan hamba-hamba-Ku."[xiv]

Dan orang yang mengutamakan akhiratnya berfikir tentang sesuatu
yang mendekatkannya ke surga dan menjauhkan dirinya dari neraka,
dan Allah S.W.T. menjadikan lingkaran tanggung jawab berdasarkan
dorongan keinginan manusia kepada taat atau maksiat, karena itulah
Nabi S.A.W. bersabda:

الْجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ وَالنَّارُ مِثْلُ ذلِكَ

"Surga lebih dekat kepada salah seorang darimu dari pada tali
sendalnya, dan neraka juga seperti itu."[xv]

Dan apabila seseorang benar dalam melawan hawa nafsunya, niscaya
Allah S.W.T. memudahkan jalan baginya:

وَيَزِيدُ اللهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى

Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah
mendapat petunjuk. (QS. Maryam:76)

Dan orang yang mengutamakan akhiratnya tidak melihat dunia sebagai
negeri tempat tinggal, karena ia merasa sudah dekatnya
keberangkatannya ke negeri yang abadi. Nabi S.A.W. bersabda:

قَالَ لِي جِبْرِيْلُ: يَامُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ وَاعْمَلْ مَاشِئْتَ فَإِنَّكَ مُلاَقِيْهِ

"Jibril A.S. berkata kepadaku, hiduplah sesukamu, maka
sesungguhnya engkau akan mati. Dan cintailah siapapun yang engkau
kehendaki, maka sungguh engkau akan meninggalkannya. Dan lakukanlah
apa yang engkau kehendaki, maka sungguh engkau akan menemui-Nya.

Karena itulah, yang membuat Rasulullah S.A.W. merasa heran
adalah terbukanya pintu-pintu kebaikan dan lalainya manusia darinya,
fitnah-fitnah yang mengejar seseorang dan tidak berlarinya dia
darinya:

مَارَأَيْتُ مِثْلَ النَّارِ نَامَ هَارِبُهَا وَلاَمِثْلَ الْجَنَّةِ نَامَ طَالِبُهَا

"Aku tidak melihat seperti neraka yang tidur orang yang
berlari darinya, dan tidak pula seperti surga yang tidur orang
yang mencarinya.

Di mana orang yang mengutamakan akhirat sangat bersemangat menjauhi
kemungkaran dan bersegera dalam kebaikan.

Dan keadaan orang yang mengutamakan akhiratnya adalah mengurangi
hubungan dan bersikap zuhud dalam pengeluaran:

كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ

"Beradalah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang
melewati jalanan (musafir)."[xviii]

Dan kesungguhan dalam kehidupan menjadi ciri utama bagi orang yang
berharap (surga) serta takut (dari neraka):

لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا

"Jika kamu mengetahui seperti yang kuketahui niscaya kamu
sedikit tertawa dan banyak menangis."[xix]

Dan semangat dalam beramal menjadi tanda kebenaran persiapan untuk
akhirat dan takut kepada Allah S.W.T., dan hal itulah yang
digambarkan oleh Rasulullah S.A.W. dalam sabdanya:

مَنْ خَافَ أَدْلَجَ وَمَنْ أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ غَالِيَةٌ أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ الْجَنَّةُ

"Barangsiapa yang takut niscaya ia berjalan di permulaan malam,
dan barangsiapa yang berjalan di permulaan malam niscaya ia sampai
ke rumah. Ketahuilah, sesungguhnya barang berharga Allah S.W.T. itu
sangat mahal, ketahuilah, sesungguhnya barang berharga Allah S.W.T.
itu adalah surga."[xx]

Adapun orang yang perjalanannya jauh dan berangkatnya terlambat,
gerakannya pelan, dan semangatnya lemah, maka ia tidak akan
mencapai maksudnya dan ia tidak pernah sampai ke tujuannya.

Dan di antara pendorong untuk mengutamakan akhirat yang terpenting
adalah bahwa Allah S.W.T. menghilangkan dari hatinya sisa-sisa
keinginan, supaya hatinya bersih kepada Allah S.W.T. , sekalipun ia
berada di lautan cobaan. Nabi S.A.W. bersabda:

مَنْ جَعَلَ الْهُمُوْمَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ الْمَعَادِ كَفَاهُ اللهُ سَائِرَ هُمُوْمِهِ, وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُوْمُ مِنْ أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللهُ فِى أَيِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ

"Barangsiapa yang menjadikan semua tujuan menjadi satu, yaitu
tujuan hari kembali, niscaya Allah S.W.T. mencukupkan kepadanya
semua tujuannya. Dan barangsiapa yang semua tujuan bercabang-cabang
padanya dari segala keadaan dunia, niscaya Allah S.W.T. tidak
perduli kepadanya, di jurang manapun ia binasa."[xxi]

مَنْ كَانَتِ اْلآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قَدْ قُدِرَ لَهُ.

"Barangsiapa yang akhirat menjadi tujuannya, niscaya Allah S.W.T.
menjadikan kekayaannya di dalam hatinya dan menggabungkan
persatuannya, serta dunia mendatanginya, sedangkan ia merasa
enggan. Dan barangsiapa yang dunia menjadi tujuannya, niscaya
Allah S.W.T. menjadikan kemiskinan di depan matanya, memisahkan
persatuannya, dan dunia tidak datang kepadanya kecuali yang
sudah ditaqdirkan untuknya."[xxii]

Maka perdagangan akhirat tidak akan merugi dan berdesak-desakan
terhadap dunia tidak merubah takdir.

Kesimpulan:

1. Termasuk sunnatullah dalam urusan dunia bahwa ia pasang
dan surut.
2. Di antara kehinaan dunia terhadap Allah S.W.T. bahwa Dia
memberikannya kepada orang kafir.
3. Setiap kali nikmat bertambah niscaya bertambah besar pula
tanggung jawab.
4. Terkadang nikmat merupakan upah yang didahulukan kepada
pemiliknya.
5. Di antara tanda jalan menuju surga bahwa ia diliputi
segala cobaan.
6. Orang yang mengutamakan akhirat:
1. Mengenal Allah S.W.T. di saat senang dan susah.
2. Segera kembali apabila bersalah.
3. Berfikir terhadap apa yang mendekatkan ke surga dan
menjauhkan dari neraka.
4. Tidak memandang dunia sebagai tempat tinggal yang
abadi.
5. Bersikap ringan dari dunia dan zuhud.
6. Semangat yang kuat dan takut kepada Allah S.W.T..
7. Menjadikan semua tujuannya menjadi satu, yaitu tujuan
tempat kembali (akhirat).
8. Kaya hati.

No comments:

Post a Comment